Anggota DPR Dari Politisi PDIP Ribka Tjiptaning Menolak Divaksin

 

Suara-suara penolakan atas vaksin Covid-19 masih terus terdengar. Yang paling anyar, politisi PDIP Ribka Tjiptaning menjadi pihak yang terang-terangan menolak divaksin.

Setelah BPOM resmi mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 Sinovac pada Senin, 11 Januari 2021 lalu. Hari ini, proses penyuntikan vaksin sudah mulai dilakukan. Jokowi menjadi orang pertama yang disuntik vaksin asal Cina tersebut.

Kendati demikian, suara-suara penolakan atas vaksin tersebut memang masih cukup banyak. Padahal sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej sempat menyatakan bahwa vaksinasi Covid-19 bersifat wajib bagi warga Indonesia dan ada sanksi pidana bagi masyarakat yang menolaknya.

Salah satu pihak yang saat ini sudah menolak dengan terang-terangan adalah anggota DPR Komisi IX dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ribka Tjiptaning. Kompatriot Jokowi satu partai tersebut secara blak-blakan menyatakan bahwa dirinya menolak keras divaksin.

Penolakan tersebut ia nyatakan dalam rapat kerja Komisi IX kemarin.

“Saya tetap tidak mau divaksin meskipun sampai yang usia 63 tahun bisa divaksin,” ujarnya, “Misalnya hidup di DKI Jakarta semua anak cucu saya dapat sanksi Rp5 juta mending saya bayar.”

Ribka tampaknya memang masih meragukan vaksin Covid-19 sampai benar-benar vaksin tersebut benar-benar teruji mampu menjadi solusi Covid-19.

“Jadi, jangan main-main dengan vaksin ini. Saya bilang saya yang pertama menolak vaksin.”

Terkait pernyataan blak-blakan Ribka, pihak Kemenkes pun menyatakan akan berusaha membujuk Ribka dan juga pihak-pihak penolak lainnya agar mau divaksin. Kemenkes berharap para pejabat pemerintah bisa mendukung penuh program vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk keluar dari pandemi.

“Kita akan persuasif dengan beliau, karena tokoh yang lain juga banyak yang mendukung,” terang Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Budi Hidayat kepada CNN Indonesia.

Pernyataan Ribka tersebut boleh jadi memang cukup beralasan. Sampai saat ini, Efikasi atau estimasi efektivitas vaksin Sinovac memang masih belum pasti. Pada bulan lalu, peneliti Turki menyatakan bahwa efikasi vaksin Sinovac mencapai 91,25 persen, sementara para peneliti Brazil menyatakan efikasi Sinovac mencapai 78 persen. BPOM sendiri mengumumkan bahwa efikasi Sinovac berada di angka 65,3 persen. Angka tersebut sudah memenuhi persyaratan minimal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di atas 50 persen.

“Di atas 50 persen itu sudah ada jaminan, ada harapan vaksin akan menurunkan kejadian penyakit,” terang Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers secara daring pada Senin, 11 Januari 2021 lalu.

Namun, kabar terbaru menyatakan para peneliti Brazil mendapati bahwa efikasi vaksin Sinovac terjun bebas dari hasil pengujian sebelumnya. Jika sebelumnya efikasinya sebesar 78 persen, kini, uji terbaru menyatakan bahwa efikasi vaksin Sinovac hanya 50,4 persen, alias hanya berjarak tipis dari batas minimal efikasi yang ditetapkan oleh WHO.

Bukan tak mungkin pada pengujian-pengujian selanjutnya, hasilnya akan terus berubah. Ada kemungkinan naik, namun tak menutup kemungkinan justru turun dan tidak mencapai batas minimal efikasi WHO.

Ah, kalau sudah begini, memang hanyalah tawakal kuncinya. Lha mau gimana lagi?


 

Setahun Kepemimpinan Jokowi - Ma'ruf Amin, Dibayang-Bayangi Pelanggaran HAM


Jokowi sudah melalui satu tahun masa pemerintahan periode keduanya, dan dalam satu tahun tersebut, masih ada banyak pelanggaran HAM yang terjadi.  Satu tahun sudah pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin berlalu. Dalam kurun waktu yang relatif singkat tersebut, tentu saja sudah ada banyak capaian yang sudah diraih. Sebaliknya, banyak pula hal yang yang masih harus dievaluasi.Nah, khusus untuk konteks hak asasi manusia (HAM), satu tahun kepemimpinan Jokowi bersama wakilnya yang baru ini dianggap belum memperlihatkan kinerja yang baik dan bahkan malah cenderung buruk. Amnesty International Indonesia pun memberikan rapor merah kepada Jokowi. Setidaknya ada 11 poin evaluasi yang dijabarkan oleh Amnesty International Indonesia terkait capaian buruk Jokowi dalam urusan HAM. 11 poin tersebut antara lain adalah hak kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat; hak untuk hidup; hak berpartisipasi dalam urusan publik; hak untuk bebas dari segala bentuk penyiksaan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia; hak atas kesehatan; hak atas kondisi kerja yang aman, adil, dan layak; hak atas informasi; hak atas kebebasan beragama; hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat; hak atas keadilan bagi korban pelanggaran HAM masa lalu; serta hak perlindungan terhadap pembela HAM. Amnesty International Indonesia menyatakan bahwa masih ada banyak pelanggaran pada 11 poin hak yang dijabarkan. Hak atas kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat dianggap sebagai salah satu yang cukup mencolok. Dalam catatan Amnesty International Indonesia, angka pelanggaran dalam sektor tersebut begitu banyak. Ada 49 kasus dugaan intimidasi dan peretasan digital terhadap mereka yang aktif mengkritik pemerintah, misalnya. Atau masih ada 35 tahanan nurani Papua dan Maluku masih ditahan karena berekspresi secara damai. Selain itu, 56 orang ditangkap dengan tuduhan menyebarkan berita bohong dan mengkritik pemerintah terkait kebijakan COVID-19. 14 orang ditangkap dengan tuduhan menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian terkait Omnibus Law dan setidaknya 6.645 orang ditangkap saat aksi. Pada sektor hak berpartisipasi dalam urusan publik, pemerintah juga dinilai abai. Hal ini terbukti dari pengesahan revisi UU KPK yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat serta proses pembahasan UU Omnibus Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang tidak transparan. Pada sektor hak atas kesehatan, buruknya dampak pandemi Covid-19 menjadi hal yang patut menjadi catatan. Kebijakan pemerintah yang menyepelekan pandemi di awal menyebabkan masyarakat dan pihak terkait lainnya jadi terlambat ambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Selain itu, per 18 Oktober 2020, setidaknya sudah ada 270 tenaga kesehatan meninggal terpapar COVID-19. Pemblokiran internet di Papua oleh Presiden dan Kominfo beberapa waktu yang lalu sebagai upaya untuk meredam hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi juga dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap hak atas informasi. Hak atas kebebasan beragama juga belum terjamin. Dalam setahun terakhir, terjadi setidaknya 25 kasus terkait rumah ibadah, termasuk penolakan rumah ibadah, perusakan, penyegelan, hingga intimidasi dan pembubaran paksa kegiatan keagamaan.

Banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi tersebut pada akhirnya membuat Amnesty International Indonesia tak ragu untuk menyatakan bahwa Jokowi belum memenuhi, melindungi, dan menghormati HAM.

Ini tentu menjadi evaluasi yang penting, sebab baru seperlima masa periode pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin berjalan, dan sudah ada banyak pelanggaran.Tentu harus ada perbaikan di sisa masa jabatan yang masih panjang, walau tidak tertutup kemungkinan, empat tahun tersisa justru bakal memunculkan pelanggaran-pelanggaran yang jauh lebih banyak dan lebih buruk. Semoga tidak demikian.

 

 

 


Tiga tahun terdampar di negeri orang, Habib Rizieq Shihab akhirnya bisa segera pulang. 

Penantian panjang yang tulus akan selalu menemukan jalannya. Kesabaran sejati tak pernah mengkhianati. Agaknya itulah yang bakal menjadi imbalan untuk segenap anggota FPI yang sudah dengan sabar menanti kepulangan pemimpin mereka, Habib Rizieq Shihab.

Setelah tiga tahun lebih meninggalkan Indonesia dan tinggal di Arab Saudi, Habib Rizieq akhirnya dikabarkan bakal segera pulang dan mengakhiri masa perantauannya.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) melalui sebuah siaran pers resmi yang dirilis pada Selasa, 13 Oktober lalu.

Dalam siaran pers tersebut, DPP FPI mengatakan bahwa Habib Rizieq Shihab sudah diperbolehkan pulang ke Indonesia karena pencekalan atas dirinya oleh Pemerintah Arab Saudi kini sudah dicabut.

“Setelah melalui Proses Perundingan Panjang antara IB-HRS (Imam Besar Habib Rizieq Shihab) dan otoritas Saudi Arabia, tanpa bantuan rezim zalim Indonesia, akhirnya terdapat kejelasan dan titik terang mengenai kepulangan IB-HRS. Alhamdulillah was Syukrulillah. Pada hari ini IB-HRS secara resmi sudah dicabut cekal-nya dan sudah dibebaskan dari denda apa pun, karena IB-HRS tidak bersalah,” begitu tulis siaran pers tersebut.

Masih dalam siaran pers yang sama, DPP FPI mengatakan bahwa setelah pulang nanti, Habib Rizieq akan segera memimpin revolusi menyelamatkan NKRI.

Kabar tentang rencana kepulangan Habib Rizieq ini tentu saja menjadi kabar yang menyenangkan bagi segenap anggota FPI. Maklum saja, sudah berkali-kali habib Rizieq gagal pulang ke Indonesia sehingga dalam setiap aksi unjuk rasa yang diikuti oleh FPI, ia hanya hadir melalui video conference.

Tanda-tanda kepulangan Habib Rizieq ke Indonesia pada akhirnya mulai terdengar jelas sejak akhir tahun 2019 lalu. Saat itu, Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengatakan bahwa Habib Rizieq akan pulang ke Indonesia pada tahun 2020.

Kabar bahwa Habib Rizieq akan pulang dalam waktu dekat akhirnya benar-benar santer setelah orator dalam ‘Aksi 1310’ tanggal 13 Oktober 2020 kemarin mengatakan tentang rencana kepulangan Habib Rizieq yang tinggal selangkah lagi. Persis seperti apa yang disampaikan dalam siaran pers, orator tersebut juga menyinggung soal aksi revolusi.

“Habib Rizieq akan pulang ke Indonesia untuk memimpin revolusi di NKRI,” kata orator, “Tanpa bantuan rezim zalim ini, akhirnya terdapat kejelasan dan titik terang terkait kepulangan Habib Rizieq.”

Untuk saat ini, proses kepulangan Habib Rizieq masih dalam proses pengurusan hal-hal teknis dan administratif seperti penjadwalan, pembelian tiket, juga pengurusan exit permit. Hal-hal teknis dan administratif tersebut saat ini sedang diurus oleh pengacara Habib Rizieq.

Belum jelas kapan pastinya Habib Rizieq bakal pulang, namun kemungkinan besar, dalam bulan ini atau bulan depan, Habib Rizieq sudah berada di Indonesia.

Ah, Indonesia tampaknya bakal jauh lebih menarik dan seru setelah ini.

 


 

 

 

Komentar